Selasa, 31 Oktober 2017

Tanaman padi semua sejak dua bulan lalu dalam sebuah rumah kaca mini. Sepuluh tanaman diperlakukan berbeda, mulai pasokan air, dan pemupukan. Hasilnya tanaman dengan penyiraman 500 mililiter air dan kompos lima persen dari volume tanah.
“Kita semai IR64, kita susun dalam 1 pot. Diameter 15 centimeter, tinggi 15 centimeter,Volume tanah kita masukkan 1 centimeter tanah, kemudian kita letakkan karbon granit yang berfungsi sebagai anoda kita tumpuk tanah," jelas Dheniz.
"Kemudian kita tanam padi, kita tanam karbon lagi berfungsi sebagai katoda. Setelah anoda dan katoda kita pasang listrik lebih dulu,” jelas dia kepada Eko Widianto wartawan di Malang Jawa Timur.

Skala besar

Tak jauh dari tempat kos Dheniz dan Hamdan terhampar sawah yang cukup luas, seorang petani tampak tengah mengemburkan tanah dengan menggunakan traktor.
Dheniz berharap teknologi pembangkit listrik yang diujicobanya dapat dikembangkan di desa-desa yang memiliki lahan pertanian. Lebih murah dari pembangkit listrik konvesional katanya.
Alat bernama E-Paddy diharapkan bisa mengatasi krisis listrik dan mengaliri wilayah yang tak belum terkoneksi dengan listrik,
“Padi merupakan tananaman yang mengalami reaksi fotositensis menghasilkan glukosa, oksigen 30 persen dikonsumsi padi. Sebelibnya 70 persen dikonsumsi mikroorganisme dalam tanah. Mengalami metabolisme menghasilkan elektron negatif mengalir ke anoda, mengalir ke katoda menghasilkan listrik,” seperti dijelaskan salah seorang Hamdan Mursyid.
Hasil uji coba, tanaman padi umur 25-30 hari menjadi puncak produksi listrik mencapai sebesar 462,4 mili volts per menit. Data listrik yang dihasilkan terekam dalam data loger. Data terekam setiap saat untuk dianalisis.
Dalam uji coba para mahasiswa Fakultas Pertanian ini diketahui tanaman pagi yang berumur kurang sekitar satu bulan, dapat menghasilkan listrik meski baru skala kecil, untuk mengisi ulang baterai telepon selular.
Tetapi Dheniz menyebutkan listrik yang dihasilkan bisa lebih besar tergantung dari luas lahan.
“Seperti menanam tanaman saja untuk aplikasi, ada tanaman kita beri karbon disambungkan ke kabel kita sambungkan ke penampung daya. Kemudian kita penyiraman dan kompos nanti akan terbentuk energi listrik. Dari 1 hektare terbentuk dihasilkan 41 Gigajoule dibutuhkan beberapa lempengan karbon berfungsi sebagai anoda dan katoda,” kata Dheniz.
Listrik yang dihasilkan 41,9 Gigajoule atau setara dengan 1,15 kilo liter minyak bumi. Sehingga listrik yang dihasilkan dipastikan ramah lingkungan.
Inovasi mahasiswa ini mendapat pembiayaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp 7,5 juta, dan para mahasiswa ini berharap dikembangkan secara massal dengan teknologi yang sederhana.
“Daripada mereka menggunakan genset yang menggunakan solar, ini ada sawah yang bisa dimanfaatkan, di lahan pertanian bisa digunakan untuk penyinaran di malam hari, tapi yang kami harapkan listrik yang dihasilkan ditampung untuk mengaliri listrik di desa” kata dia.
Tim juga telah mendapatkan tawaran untuk mengembangkan teknologi ini dengan skala yang lebih besar kerja sama dengan peneliti dari Belanda.
Inovasi ini bisa dikembangkan di semua tanaman, tak hanya padi. Tanaman padi dipilih lantaran lahan sawah masih cukup luas. Mereka berharap teknologi ini dikembangkan karena lebih murah dan ramah lingkungan.
“Teknologi PMFC, Plant Microbial Fuell Cell ini alangkah lebih baik dikembangkan untuk mencukupi aliran listrik di daerah yang belum teraliri listrik. Intinya kita tetap akan mengembangkan teknologi, agar tersebar luas di Indonesia untuk mencukupi kebutuhan listrik” kata Dheniz.
Dosen pembimbing dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Dewi Maya Maharani mengatakan inovasi ini bisa dikembangkan di semua tanaman, tak hanya padi, dan dianggap ramah lingkungan.
"Mungkin yang potensial padi, bisa mangrove juga jadi di daerah pesisir, jadi potensial jadi untuk proyek kesananya, kita akan mendapatkan keuntungan antara produksi pangan berarti dari beras sebagai bahan pokok di Indonesia, " jelas Maya.
"Produksi energinya dari energi listriknya dimanfaatkan untuk penerangan, serta dapat menurunkan emisi metan. Jadi produksi padi ini kan banyak memproduksi gas metan terbanyak yang berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca," tambah dia.
Tim mahasiswa ini tengah mengajukan hak paten melalui sentra hak intelektual Universitas Brawijaya Malang.

Related Posts:

  • Membuat Roket Air Yang Bisa Kamu Lakukan SendiriMembuat Roket Air Sendiri – merupakan panduan cara untuk membuat roket yang menggunakan tekanan air untuk mendorong roket terbang tinggi. Cara membuat roket ini sangatlah mudah, menurut pengalaman mimin InformaZone.com, bahka… Read More
  • INOVASI BARU, MENCIPTAKAN PEMBANGKIT LISTRIK DARI GARAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GARAM Mencari alternatif sumber energi merupakan suatu penelitian yang saat ini terus digagas oleh para ilmuwan. Mereka semua merasa khawatir sumber energi yang telah digunakan selama ini… Read More
  • ENERGI LISTRIK GRATIS TAKKAN HABISMungkin nggak pernah kebayang bagi kita bahwa energi listrik bisa digunakan terus menerus tanpa bahan bakar tambahan dan uniknya energi ini bisa digunakan terus menerus, masih ingat rumusan fisika bahwa energi itu tak dapat d… Read More
  • Listrik dari Tanaman Image source: http://cdn1.collective-evolution.com/ Video source: https://www.youtube.com/watch?v=Ku1-_MOzkTE Energi terbarukan tidak hanya terbatas pada solar pv, biomassa, hidro, angin maupun panas bumi. Tanaman … Read More
  • APAKAH ANDA PINGIN MEMPERGUNAKAN LISTRIK DARI TANAH LIAT? "Pemikirannya, energi dalam bentuk panas sangat melimpah di tanah air, sehingga perlu diubah menjadi listrik agar lebih bermanfaat. Apalagi kebutuhan listrik di tanah… Read More

0 komentar:

Posting Komentar

jam digital

Total Tayangan Halaman

6,657

titanik

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me


Saya adalah ayah dari 3 orang Jagoan
yang berprofesi sebagai guru SD 
 tertarik dengan  Filsafat, Ekonomi dan Teknik Sipil
hubungi saya di : kongko072@gmail.com

Popular Posts

Blog Archive